Monday, October 10, 2016

[Fiksi] Story Blog Tour Romance/Angst - Chapter 5 : TEMAN BARU

Ini adalah kelanjutan Story Blog Tour Romance/Angst OWOP II. Sebenernya gue udah berusaha buat memikirkan angst dengan sekuat tenaga, tapi kok roman-romannya malah mengarah ke genre lain. Maafkan ya, ini gara-gara yang atas #tunjukyangnulisepisodeawal-awal #laludigaplok. Semoga yang bawah-bawah porsi angst-nya bisa diperbanyak ya, Mohon kerjasamanya... #Bow #lalukabur

Episode sebelumnya.
Chapter 1 - Luka Elisa (Nifa)

Chapter 5, Cekidot!
TEMAN BARU


Elisa masuk ke rumahnya dengan ragu. Dia melihat si Bibi sedang membersihkan sisa-sisa keributan yang terjadi tadi siang di rumahnya.

“Non...” Bibi akhirnya menyadari kedatangan Elisa.

“Mereka... bener...” kata Elisa terputus-putus.

“Iya, Non. Tadi sih awalnya Bapak yang pergi, tapi nggak lama setelah itu Ibu juga keluar rumah, Non. Mobilnya juga nggak ada kan?” Si Bibi dengan lemah lembut menenangkan Elisa. Meskipun kelihatannya Elisa baik-baik saja, tidak bisa dipungkiri ekspresi wajahnya menyiratkan sedikit ketakutan dan kekhawatiran.

“Non...” Bibi memandangi perban yang menyembul di sweater lengan panjangnya Elisa, tapi dengan cepat Elisa menyembunyikannya. Tadi Tezar sempat membantu Elisa untuk mengobati luka-lukanya sebelum akhirnya membawa Elisa ke Dufan.

“Yaudah, Bi. Aku ke kamar ya.” Elisa pun pergi ke kamarnya meninggalkan si Bibi yang terlihat khawatir. Bukan hal baru Bibi mendapati luka atau bekas luka di tangan Elisa, namun kalau ditanya Elisa selalu mengelaknya. Karena itulah Bibi menyimpulkan kalau Elisa tidak mau mengusik masalah lukanya itu.
--

“Hai, El...” Pagi hari ketika Elisa berjalan ke arah ruang kelasnya ada seseorang yang sejak tadi menunggu di depan pintu kelas. Ya, Tezar. Betapa beruntungnya dia memiliki sahabat seperti Tezar yang selalu ada dan selalu menyayanginya tanpa mengharap pamrih.

“Hai...” balasnya, tersenyum lemah. Memang tidak ada keributan lagi tadi pagi di rumah Elisa, namun kondisinya tidak lebih baik dari kemarin. Bahkan Elisa menghindari sarapan bersama orangtuanya.

“Udah makan? Kok lemes gitu.” Tezar menghampirinya seraya mencubit pipi pucat Elisa dengan gemas. “Mau gue traktir apa?”

Elisa menggembungkan pipinya lalu tertawa pelan, “Belagu, ujung-ujungnya juga beli bakwan doang.”

“Bakwan itu nutrisinya oke lho, kan banyak sayuran yang masuk di dalamnya.”

“Ih, sana makan bakwan seumur hidup lo!” Elisa memukul pelan lengan Tezar sebelum akhirnya mereka tertawa lepas. Siapa yang tidak menyangsikan kalau kedekatan Elisa dan Tezar hanya sebatas teman? Mereka begitu akrab layaknya pasangan muda pada umumnya. Semua yang melihat pasti sependapat dengan itu, tak terkecuali Alya yang sedari tadi melihat mereka dari kejauhan.

Tangan Alya mengepal, tersirat kebencian yang begitu mendalam di matanya. Dan detik itu juga Alya sudah memutuskan sesuatu. Hal yang menghantui pikirannya akhir-akhir ini.
--

Setelah istirahat makan siang bersama Tezar di kantin, Elisa pamit kepada Tezar untuk pergi ke toilet dan kembali ke kelas terlebih dulu. Siang ini Elisa merasakan kekuatannya berangsur pulih, dia seperti mendapati kembali cahaya yang menerangi hidupnya. Dan harus Elisa akui sebagian besar berkat Tezar. Peran Tezar dalam hidup Elisa memang sangat besar.

Elisa tersenyum tipis di depan cermin kamar mandi sekolah dan mulai membasuh tangannya. Namun seseorang datang tanpa disadari Elisa.

“Lo lebih manis kalau tersenyum begitu.” Orang itu adalah Alya. Elisa terlihat panik ketika menyadari tangannya yang tidak tertutup sweater, dia buru-buru menurunkan lengan swaternya yang sempat dia gulung. Di sekolah ini hanya Tezar yang tahu kenapa tangannya penuh luka seperti itu.

“A- Alya...”

“Maaf, ngagetin ya?” Alya membenarkan rambutnya yang terlihat sedikit berantakan di depan cermin. Sebagai seorang siswi teladan Alya selalu terlihat rapi dalam berpenampilan. Bukan hanya terkenal sebagai siswa teladan saja, Alya pun menjadi sekretaris OSIS dan ketua kelas di kelasnya. Alya juga dikenal sebagai salah satu siswa pintar di SMA-nya.

Baru ketika masuk SMA ini Elisa tahu, Tezar mempunyai teman kecil yang tinggal bertetangga dengannya. Dan orang itu adalah Alya. Berulang kali Elisa berpikir ingin bisa kenal dengan Alya, namun nampaknya Alya terlalu bertolak-belakang dengan dirinya. Elisa hanya mengagumi Alya dari kejauhan.

“E-enggak kok.” Beberapa siswi masih berlalu-lalang di toilet itu, membuat kecanggungan Elisa bertambah.

“Lo inget nama gue?” Alya tersenyum manis ke arah Elisa. “Padahal kita baru beberapa kali ketemu, Tezar selalu memonopoli lo sih, kaya nggak mau orang ngambil lo, hehehe.”

“Bu-bukan salah Tezar kok. Gue... gue aja yang terlalu malu buat kenal lo.” Elisa memberanikan dirinya mengungkap perasaannya. Mendengar itu Alya tidak bisa menahan senyumnya. Namun, entah kenapa terlihat ganjil sekali.

“Ya ampun, El... Kenapa harus malu? Kita bisa banget kok berteman baik.” Alya sengaja mengarahkan tangannya untuk menyentuh lengan Elisa. Namun karena masih ada rasa nyeri di lengannya, Elisa menghindari sentuhan Alya. Kini di toilet hanya tinggal mereka berdua, karena itulah Elisa merasa ketegangan di antara dia dan Alya semakin kuat. Atau sebenarnya itu hanya di pikiran Elisa saja?  

“Um...” Merasa tidak enak karena menghindar, Elisa menundukkan kepalanya sedalam-dalamnya. Rasanya... usahanya untuk berubah telah gagal. Keadaannya jadi canggung sejenak, keduanya terdiam, sampai akhirnya senyum Alya berkembang lagi.

“Nggak usah malu, El. Gue bukan ratu yang sulit diajak bergaul kok.” Kata-kata Alya membuat Elisa bisa melihat ke arahnya lagi. “Gue menantikan kita bisa ngobrol bareng dan main bareng.”

Baru saja Alya ingin beranjak keluar dari kamar mandi wanita itu, Elisa memaksa dirinya untuk memanggil Alya.

“Apa boleh gue... berteman dengan lo?” Elisa menatapnya ragu, tapi tidak dengan Alya. Seperti telah menjalankan misinya dengan baik, senyum Alya mengembang.

“Dengan senang hati.” Alya mengeluarkan handphone dari kantong roknya, “Mungkin suatu saat lo butuh gue, lo boleh menghubungi gue. Berapa nomor lo?” Setelah menyebutkan sederet angka, Elisa menerima pesan di HPnya.

Let’s be friend. Alya” pesan dari Alya. Elisa melihat Alya tak percaya, tapi ketika melihat Alya tersenyum padanya, Elisa pun tersenyum.

Save ya. Gue duluan.”

Awal yang bagus. Tidak peduli bagaimana kondisi keluarganya sekarang, Elisa harus mencoba hidup lebih baik. Persis seperti apa yang dikatakan Tezar. Sekarang dengan bertambah seorang teman dalam hidupnya dia berharap kekuatannya pun akan bertambah. Tapi mudah saja seseorang untuk berniat dan berharap seperti itu...

HP Elisa bergetar lagi. Kali ini pesan chat masuk. Dari Mama.

Maafkan Mama... Mama sudah capek...” membaca pesan itu membuat kaki Elisa tiba-tiba bergetar lemas. Elisa segera bersandar pada dinding toilet.

Pikirannya menolak untuk bisa membaca maksud yang dari chat yang dikirimkan mama. Dia mencoba mengartikan sebaris kalimat itu dengan kemungkinan lain. Tapi ingatannya, orang tuanya kembali saling menghujat dan melemparkan semua barang yang ada di rumahnya. Bahkan Elisa sendiri lupa, kapan terakhir kali dia bisa membayangankan kedua orang tuanya saling mengasihi. Sudah lama sekali.

Apakah kali ini dia akan menerima kenyataan itu? Hal yang selalu dia harapkan ketika orangtuanya berseteru, keinginan keji di hati Elisa ketika sudah lelah dengan urusan mereka. Ya, perpisahan, perceraian kedua orangtuanya.

Elisa berjongkok, berusaha menahan tangisnya. Namun gagal, Elisa menangis. Elisa menutup mulutnya berusaha meredam suara tangisnya.

Bel masuk berbunyi, waktu istirahat kedua telah habis. Lalu lalang di luar toilet samar-samar menghilang. Elisa tidak ingin kembali ke kelasnya. Bahkan kalau bisa dia ingin kabur dari sekolah saat ini. Dia butuh sendiri.
--

Keadaan kelas Alya ramai-ricuh, sang guru Fisika nampak tidak bisa hadir kali ini karena ada urusan di kantor yang harus dikerjakan. Beliau hanya memberikan beberapa tugas untuk dikerjakan.

“Al, cowok-cowok itu main poker lagi tuh.” Ruri, teman sebangku Alya.

“Biarin aja mereka. Gue bisa aja menjebloskan mereka ke penjara kalau mau...” Alya tesenyum ganjil ketika teringat pernah mengambil video beberapa tindak kenakalan yang dilakukan oleh sekelompok cowok bandel di kelasnya. Sadar Ruri terlihat bengong mendengarkan respon dan melihat sikapnya barusan, dia mencoba menenangkan Ruri.

“Kalau mereka buat ulah, baru kita laporin ke Pak Guru,” katanya sambil tersenyum manis ke arah Ruri. Ruri membalasnya dengan senyum canggung. Alya kembali memainkan Hpnya.

Beberapa minggu ini Alya telah menyelidiki sebuah komunitas aneh yang dia temukan di internet. Sebuah forum dari perkumpulan aneh yang terdiri dari orang-orang yang memiliki kelainan dalam kejiwaannya. Di salah satu subdoard forum itu ada juga kumpulan anak-anak muda yang sakit hati dan melakukan selfharm. Forum itu menjadi wadah yang berfungsi untuk mengisolasi penderita dari kehidupan luar yang kejam. Isinya sebagian besar adalah curahan hati dan aksi-aksi ‘janggal’ yang mereka posting dalam bentuk tulisan, foto ataupun video. Namun banyak juga penderita yang akhirnya tidak kuat dan memutuskan mengakhiri hidupnya. Demi bukti eksistensinya dan loyalitas terhadap forum itu, tidak sedikit juga mendokumentasikan dirinya saat mengakhiri hidupnya.

Alya sudah memikirkan sejak lama, bagaimana kalau seandainya Elisa diberikan fasilitas seperti ini. Tentu itu akan memudahkannya untuk menggiring Elisa melakukan tindakan yang lebih brutal, misalnya seperti bunuh diri.

Komunitas ‘Young Blood’ ini memang cocok sekali untuk Elisa. Dia yakin sekali harus merekomendasikannya kepada Elisa.

Lagi-lagi Alya tersenyum ganjil.

Sebuah ponsel lain dikeluarkan Alya dari tasnya. Mulai detik itu Alya memutuskan meneror Elisa dengan SMS yang isinya alamat web menuju langsung ke forum tersebut.

Aku tahu kamu selalu merasa sakit melihat orang sekitarmu, coba masuklah ke forum ini dan kamu akan menemukan teman-temanmu yang lain. Ayo berbagi dengan mereka. YOUNG BLOOD LINK

Teror pertama yang Alya kirimkan kepada Elisa.


Bersambung...

--
Kelanjutan cerita ini akan diteruskan oleh Ruru.
Silahkan kunjungin blog Ruru di sini.  

2 comments: